Rabu, 06 Mei 2009

Terjebak di Lembah Gelap

Keberadaan air di bulan sebatas di dasar kawah dalam di dekat
kedua kutub. Persediaannya cukup untuk koloni 2.000 orang
selama 100 tahun.

TAK sia-sia Lunar Prospector mengembara jauh di atas kedua kutub
bulan. Setelah dua bulan mengorbit di ketinggian 100 kilometer di atas
permukaan, dengan arah utara-selatan, satelit ''peliharaan" Badan
Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) itu berhasil
menyajikan data yang bisa mengindikasikan bahwa di bulan tersedia
sejumlah air. Menurut siaran pers NASA awal pekan lalu, jumlah air itu
cukup besar, 11-330 juta ton.

Air bulan itu berada di dasar kawah-kawah bulan, yang diameternya bisa
mencapai ratusan kilometer dengan kedalaman hingga 12 kilometer, yang
terserak di sekitar kutub utara dan selatan bulan. Lembah berair itu,
menurut taksiran NASA, 10.000-15.000 kilometer persegi ada di kutub
utara dan 5.000-20.000 kilometer persegi di kutub selatan.

Penemuan itu cukup menyentak. Ketersediaan air ini seperti membuka
peluang bagi orang Amerika, yang bermimpi membangun koloni di luar
bumi. Membawa air dari bumi membuat mimpi itu mahal. Mengangkut
satu liter air bumi ke bulan memerlukan ongkos US$ 10.000. Berapa
biaya yang harus ditanggung bila orang Amerika, yang biasa
mengonsumsi 400 liter air sehari, untuk koloninya di bulan? Luar biasa
mahal.

Namun air di bulan itu tidak terkumpul di danau yang bisa ditimba orang.
Air di bulan ini berupa butiran-butiran es, yang terselip dan terjebak di
antara debu dan batuan bulan (regolith) pada kedalaman 50-200
sentimeter. Tak mudah mengambilnya, karena kadar air batuan itu hanya
0,3%-1%.

Bagaimanapun keadaannya, bukti-bukti yang diungkap Lunar Prospector
itu dianggap cukup terpercaya, setidaknya oleh Alan Binder dari Institut
Riset Bulan di California, Amerika Serikat. "Ini pertama kalinya saya
memperoleh bukti yang tak perlu dipertanyakan," katanya. Dr. Moedji
Raharto, Ketua Jurusan Astronomi, Institut Teknologi Bandung, bahkan
mengatakan bahwa keberadaan air di bulan itu membuka khazanah baru
dalam hal kondisi geologis bulan. "Ini membuka jalan bagi pandangan dan
penjelasan baru," katanya.

Selama ini, kata Moedji, para ahli menganggap bahwa air -lepas dari
mana pun asalnya- tak akan lama tertahan di bulan. Gravitasi yang kecil
membuat gas-gas yang menghuni atmosfer bulan lepas ke angkasa luar
dan tak kembali. Atmosfer bulan kosong. Vakum. Kalaupun ada air, kata
Moedji, akan menguap dan terbang ke luar angkasa. Apalagi di siang hari
(waktu bulan), suhu di permukaannya mencapai 1700C. Tapi kata Moedji
pula, ada celah tempat air itu tersembunyi, yakni di bagian permukaan
bulan yang tak pernah tersentuh sinar matahari.

Dalam penjelasan NASA, air itu memang berada di lembah-lembah
gelap yang tidak pernah disorot sinar surya. Lembah gelap itu ada di
dasar-dasar kawah yang dalam di sekitar kutub bulan. Air aman di sana,
karena suhunya -1700C. Begitu tiba, air langsung menjadi serpihan es,
dan tak pernah mencair atau menguap.

Isyarat adanya air di bulan itu mula-mula datang dari Clamentine, satelit
eksperimen yang dikelola Departemen Pertahanan Amerika Serikat.
Sekitar pertengahan 1996, satelit ini membidikkan radarnya ke
cerung-cerung kawah bulan. Ketika radar itu menimpa dasar kawah
yang gelap di dekat kutub bulan, muncul isyarat aneh. Pantulan radar
yang dideteksi di stasiun bumi terasa lebih keras dengan frekuensi yang
berbeda ketimbang pantulan dari batuan bulan yang keras. Hal ini
mengindikasikan adanya material ringan. Para ahli menduga, di situ ada
air. Tapi kemungkinan adanya metana pun tak diabaikan.

Ekspedisi berikutnya diemban Lunar Prospector, satelit seberat 295
kilogram berbentuk silinder pendek dengan tiga lengan antena, yang
diluncurkan 7 Januari lalu dan sampai di tujuan 60 jam kemudian. Satelit
ini membawa Spektrometer Netron. Instrumen ini telah teruji mampu
mendeteksi air dalam tanah, meski kadarnya 0,01%, dari jarak 100
kilometer. Spektrometer Netron melakukan pengindraan air lewat
pendeteksinya, atom hidrogen. Maka muncullah pernyataan NASA:
"Kemungkinan besar di bulan ada air."

Sejauh ini, belum ada kesepakatan tentang teori dari mana air itu
datang. Para ahli NASA, untuk sementara ini, menduga bahwa air itu
dibawa komet atau meteor yang menumbuk bulan. Tumbukan itu tentu
terjadi di banyak tempat. Tapi air yang jatuh di tempat terbuka hanya
sejenak di bulan. Sengatan sinar matahari, ditambah atmosfer yang
vakum, dengan cepat membuat air itu berubah menjadi gas, lalu terbang.
Hanya di tempat- tempat gelap itu keberadaan air lebih lestari. Para ahli
NASA memperkirakan, air itu telah ada di lembah-lembah gelap bulan
selama jutaan tahun.

Cadangan 330 juta ton air ini memungkinkan umat manusia membangun
koloni di bulan dengan populasi 2.000 orang, dan hidup selama 100 tahun
tanpa harus melakukan daur ulang. Tapi bukan semata-mata "mimpi
koloni" itu, penemuan Lunar Prospector menjadi penting. Temuan ini juga
diharapkan bisa menguak rahasia meteor yang menumbuk permukaan
bulan dan akibatnya, bahkan tentang misteri kawah-kawah yang
membuat wajah asli bulan bopeng bukan main.

(Putut Trihusodo)

0 komentar:

Posting Komentar